BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keluarga adalah
unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat
besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota
keluarga.Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah
tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota
keluarga lainnya.Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan
sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik.Hubungan baik ini
ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua
anggota/individu dalam keluarga.Sebuah keluarga disebut harmonis apabila
seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya
konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental,
emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga.Keluarga disebut disharmonis apabila
terjadi sebaliknya.
Ketegangan maupun
konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang
wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga.Tidak ada rumah tangga yang
berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang
menakutkan.Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda
adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.
Setiap keluarga
memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah
diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan
mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan,
kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah
kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila
masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari
akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota
keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik
diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam
keluarga.
Penyelesaian
masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik
sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah
menyeramkan.Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam
atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada
tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah dari makalah di atas adalah
1.
Apa yang dimaksud kekerasan ?
2.
Apa yang dimaksud
dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
3.
Apa saja
bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
4.
Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam
Rumah Tangga ?
5.
Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam
Rumah Tangga ?
C. TUJUAN
Tujuan dari
rumusan masalah di atas yaitu
1.
Menjelaskan apa yang dengan kekerasan.
2. Menjelaskan yang dimaksud dengan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
3. Menjelaskan apa saja
bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.
4. Menjelaskan faktor-faktor
penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.
4. Menjelaskan
cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian Kekerasan
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan
pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang
lain
B. Pengertian
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam
Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan
dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang
Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:
1.
Bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk
kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia
tahun 1945.
2.
Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan
kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus
dihapus.
3.
Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang
kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara
dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaan.
4.
Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri
sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya
adalah KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis
besar isi pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang
melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteriatau anak diancam hukuman
pidana”
C.
Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4
(empat) macam :
1.
Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya
perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau
bekas luka lainnya.
2.
Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah
penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri,
mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
3.
Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan seksual
berat, berupa:
·
Pelecehan seksual
dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara
paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik,
terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
·
Pemaksaan hubungan
seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
·
Pemaksaan hubungan
seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
·
Pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
·
Terjadinya hubungan
seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya
dilindungi.
·
Tindakan seksual
dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit,
luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa
pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan,
ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan
tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan
repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan
seksual berat.
4.
Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan
menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi,
manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
·Memaksa korban
bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
· Melarang korban
bekerja tetapi menelantarkannya.
· Mengambil tanpa
sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi
harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya
sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi
atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
D. Faktor-faktor
penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal
dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut
1.
Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan
wanita, sehingga mampu mengatur dan
mengendalikan wanita.
2.
Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
3.
Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami
akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4.
Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan
kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan
kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan
sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5.
Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam
rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai
pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau
ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak
hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang
bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
E. Cara Penanggulangan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Untuk menghindari
terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
1.
Perlunya keimanan
yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga
Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan
penuh kesabaran.
2.
Harus
tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam
agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan
orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap
pendapat yang ada.
3.
Harus adanya komunikasi
yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang
rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan
dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu
timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
4.
Butuh rasa saling
percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga.
Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa
saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada
rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan
rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
5.
Seorang istri harus
mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga
seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga
kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seharusnya
seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku
yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah
keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Di
dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan
istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis.Jika di
dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua
belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah
tangga.Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di
mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang
bertentangan.Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat
pasangannya masing-masing.
Seperti halnya
dalam berpacaran.Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling
percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya.Begitu juga halnya dalam
rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya.Jika sudah ada rasa
saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas.Jika tidak ada
rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan
rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.Tidak sedikit seorang suami yang
sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di
luar rumah.Karena mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya.jika
sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur
dengan orang lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki
sifat cemburu yang terlalu tinggi.Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan
kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan
dalam rumah tangga.
Maka dari itu, di dalam sebuah
rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi
konflik yang bisa menimbulkan kekerasan.Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu
konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat
kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya
apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang
terjadi pada pasangan kita masing-masing.
B. SARAN
Demikian yang dapat kami jelaskan semonga bemanfaat bagi
pembaca dan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh
karena itu kami senantiasa menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar