BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lensa kontak adalah potongan-potongan plastik
yang memungkinkan untuk melihat tanpa kacamata. Dalam kebanyakan kasus, lensa
kontak banyak digunakan karena lebih gampang pemakaiannya daripada kacamata.
Lensa kontak juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit mata tertentu atau
dapat digunakan untuk tujuan kosmetik untuk mengubah warna jelas mata. (Nasrul,
2011)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan ada sekitar 180 juta orang di dunia yang memiliki gangguan
penglihatan, dan sekitar 40-45 juta di antaranya buta. Setidaknya 7 juta orang
di dunia menjadi buta setiap tahun. Tragisnya, sebanyak 80% kasus kebutaan dan
kehilangan penglihatan yang serius sebenarnya bisa dihindari (Majalah Kesehatan.com)
Tak hanya di dunia, kasus gangguan mata
akibat penggunaan lensa kontak di Indonesia juga mulai muncul. Salah satu
dokter spesialis mata dari Graha Amerta RSUD dr Soetomo, dr Hendrian D.
Soebagyo, Spm mengaku khusus untuk pasien yang ditanganinya, sedikitnya
terdapat 50% pasien yang mengalami gangguan mata karena lensa kontaknya
terkontaminasi oleh amuba. Sedang 1% pasien mengalami gangguan berat hingga
menyebabkan kebutaan permanen (Terapimata.com).
Di Sulawesi Selatan tercatat penggunaan lensa kontak dalam studi terbaru, 72 persen dari pemakai lensa kontak yang disurvei mengatakan bahwa mereka merasa tak nyaman saat memakai lensa, dan 47 persen melaporkan mengalami infeksi akibat pemakaian lensa kontak. Di kabupaten bulukumba diperkirakan gangguan penglihatan terdapat 1,5 persen dari total pemakai lensa kontak. (melansir.com)
Data awal yang diperoleh langsung dari SMAN 1 Bulukumba pada tahun 2010-2012 tercatat sekitar 102 orang pemakai lensa kontak dan banyak diantaranya yang mengalami gangguan mata seperti mata merah. Pada tahun 2012 tercatat yang pernah memakai lensa kontak adalah berjumlah 37 orang dan yang memakai lensa kontak berjumlah 32 orang, jadi total sebanyak 69 orang. Pada tahun 2013 pemakai lensa kontak yang diambil dengan tehnik accidental sampling berjumlah 35 orang dengan begitu pengguna lensa kontak meningkat dari tahun sebelumnya, sehingga penulis tertarik untuk meneliti pengetahuan remaja tentang lensa kontak.
Penulis pernah menemukan fakta, yaitu pada saat sepupu menggunakan lensa kontak dan lupa melepasnya saat akan tidur, akibatnya pada saat bangun tidur matanya terasa perih, lensa itu mengering dan terasa mengganjal di matanya serta sulit untuk membuka mata. Hal ini dapat mengganggu kesehatan mata. Oleh sebab itu pengguna atau pemakai lensa kontak harus lebih memperhatikan pemakaian yang benar terutama melepas lensa kontak pada saat akan tidur.
Pengetahuan mempunyai hubungan terhadap masalah kesehatan, karena salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan adalah faktor pengetahuan, sehingga jika pengetahuan remaja putri kurang tentang lensa kontak dan bahayanya tentu saja hal tersebut akan berakibat buruk pada kesehatan mata. Pengetahuan remaja terhadap penggunaan lensa kontak yang tepat akan memberikan kontribusi yang baik untuk kesehatan mata.
Dari uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Bahaya Penggunaan Lensa Kontak Pada Kesehatan Mata di SMAN 1 Bulukumba.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
Latar Belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah pokok penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut : “ Bagaimana Gambaran Pengetahuan Remaja
Putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak di SMAN 1 Bulukumba Tahun 2012 “
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Diketahuinya
Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang bahaya Penggunaan Lensa Kontak Di SMAN
1 Bulukumba Tahun 2013
2. Tujuan
Khusus
a.
Diketahuinya
gambaran pengetahuan remaja putri tentang bahaya penggunaan
lensa kontak pada kesehatan mata di SMAN 1 Bulukumba dengan kategori baik
b.
Diketahuinya
gambaran pengetahuan remaja putri tentang bahaya penggunaan
lensa kontak pada kesehatan mata di SMAN 1 Bulukumba dengan kategori
cukup
c.
Diketahuinya
gambaran pengetahuan remaja putri tentang bahaya penggunaan
lensa kontak pada kesehatan mata di SMAN 1 Bulukumba dengan kategori
kurang
D.
Manfaat
1.
Manfaat
Teoritis
Memperoleh
pengalaman belajar di lapangan melalui studi kasus, khususnya tentang penggunaan lensa
kontak.
Serta bagi
pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat menjadi tambahan untuk
mengembangkan peserta didik.
2.
Manfaat praktis
a.
Bagi
tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan masukan/informasi tentang gambaran
bahaya penggunaan lensa kontak
b.
Bagi
remaja putri
Sebagai sumber informasi dan masukan bagi
remaja tentang gambaran bahaya penggunaan lensa kontak
c.
Bagi
peneliti selanjutnya
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti selanjutnya menjadi
sumber informasi tentang gambaran
pengetahuan remaja putri tentang penggunaan lensa kontak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan
Umum Tentang Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari apa
yang diketahui seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominant yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebagian pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010)
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui seseorang mengenai suatu hal
setelah melalui pengindraan terhadap objek tertentu.
Pengetahuan yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah pengetahuan remaja putri atau responden tentang bahaya lensa kontak
2. Tingkat pengetahuan
Ada 6 tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010)
yang terdiri dari :
a. Tahu (know)
Tahu
adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah
b. Memahami (comprehension)
Memahami
adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat diinterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi
adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
dan kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis
adalah kemampuan menjabarkan materi kedalam komponen-komponen tetapi masih
dalam struktur organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis
adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kedalam
suatu bentuk yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
3. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut
Notoatmodjo (2005) cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua
:
a. Cara tradisional untuk memperoleh
pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau
metode penemuan sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada
periode ini meliputi :
1)
Cara
coba-salah (Trial and Error)
Cara
ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau
masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba
kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.
Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal
atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.
2) Cara kekuasaan (Otoritas)
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan
dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini
biasanya diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya.
Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi,
mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh
makan telur dan sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat
modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya
sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah,
otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman
adalah guru yang paling baik, bermakna bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman
pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
4) Melalui jalan pikiran
Dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya
melalui induksi atau deduksi. Induksi yaitu : proses penarikan kesimpulan yang
dimulai pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Deduksi
yaitu : pembuatan kesimpuln dari pernyataan umum kepada khusus.
b. Cara modern
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan
lebih sistematis, logis dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian yaitu dengan
mengembangkan metode berpikir induktif. Mula-mula mengadakan pengamatan
langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya
dikumpulkan dan diklarifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum
4.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Mubarok (2007) dalam Amanah
(2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada
orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan
nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
b. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahan
dan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara
garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua,
perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, hilangnya
ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental taraf berpikir semakin matang dan dewasa.
c. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
d. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman
yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman
terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan
yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat
pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
e. Minat
Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan
dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila
dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka
sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan, karena sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap
pribadi atau sikap seseorang.
g. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
5.
Pengukuran
pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang
ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2005)
Kriteria objektif pengetahuan (Hidayat2,2007):
a. Pengetahuan
baik jika memiliki nilai presentase 68-100%
b. Pengetahuan
cukup jika memiliki nilai presentase 34-67%
c. Pengetahuan
kurang jika memiliki presentase 0-33%
B. Tinjauan
Umum Tentang Remaja Putri
Remaja
yang dalam bahasa aslinya di sebut adolescence,
berasal dari bahasa latin adolescere
yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dan
orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah
mampu mengadakan reproduksi. (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2010)
Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam
aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini
memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya kedalam
masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari
semua periode perkembangan. . (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2010)
Remaja putri adalah sosok yang sedang berkembang baik dari
segi fisik maupun seksual. Pada masa remaja, seorang remaja belum mempunyai
tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangannya. Perkembangan fisik
dan seksual pada remaja merupakan hal yang sangat tidak dapat dipisahkan justru
karena pemasakan seksualitas genital harus dipandang dalam hubungan dengan
perkembangan fisik seluruhnya (psikoedu.com)
Tanda-tanda
kelamin sekunder yang terdapat pada diri remaja putri itu adalah tanda-tanda
jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun
merupakan tanda-tanda yang khas wanita. Tanda-tanda yang khas tersebut ditandai
oleh suatu peristiwa yang disebut dengan menarche (menstruasi untuk
pertama kalinya). Selain itu, pada diri remaja putri akan terjadi perubahan
ciri-ciri seksual sekunder seperti panggul yang besar, payudara yang mulai berkembang,
dan suara yang merdu.
Menurut
WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari segi program
pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Depkes adalah mereka yang
berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN batasan usia
remaja adalah 10-19 tahun.
Remaja adalah
masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang berlangsung antara
usia 12-21 tahun. Masa remaja dibagi menjadi 3 yaitu:
a.
Masa
remaja awal antara usia 12-12 tahun
b.
Masa
remaja pertengahan antara usia 15-18 tahun
c.
Masa
remaja akhir antara usia 18-21 tahun
Perkembangan seksual sekunder akan membedakan pria dari
wanita. Perbedaan seksual sekunder pada masing-masing jenis kelamin, akan
membuat ketertarikan jenis kelamin yang lain. Ciri ini tidak berhubungan dengan
reproduksi meskipun secara tidak langsung ada hubungannya yaitu karena pria
tertarik pada wanita dan begitu juga sebaliknya. Inilah sebabnya mengapa ciri
ini disebut sekunder dibandingkan dengan organ-organ seks primer yang berhubungan
langsung dengan reproduksi (psikoedu.com).
Dion dkk dalam Hurlock, 1994 menerangkan alasan mengapa
kepuasan terhadap perubahan fisik yang terjadi ketika tubuh anak beralih
menjadi dewasa
adalah sangat penting. Menurut mereka, penampilan seseorang
beserta identitas seksualnya merupakan ciri pribadi yang paling jelas dan
paling mudah dikenali oleh orang lain dalam interaksi sosial. Meskipun pakaian
dan alat-alat kecantikan dapat digunakan untuk menyembunyikan bentuk-bentuk
fisik yang tidak disukai remaja dan untuk menonjolkan bentuk fisik yang
dianggap menarik, namun hal ini belum cukup menjamin adanya kateksis tubuh.
C. Tinjauan
Umum Tentang Lensa Kontak
1. Pengertian Lensa Kontak
Lensa kontak adalah
lensa yang menempel pada mata atau selaput bening yang dipergunakan seseorang
dengan gangguan penglihatan untuk memperbaiki penglihatannya. Pada mata tidak digunakan
seperti kacamata akan tetapi lensa yang diatur kelengkungannya sehingga dapat
menempel pada selaput bening.
Lensa kontak adalah potongan ajaib dari plastik yang
memungkinkan untuk melihat tanpa kacamata. Dalam kebanyakan kasus, lensa kontak
digunakan sebagai pengganti kacamata. Lensa kontak juga dapat digunakan untuk
mengobati penyakit mata tertentu atau dapat digunakan untuk tujuan kosmetik
untuk mengubah penampilan warna mata. (skydrug,2011).
Berbagai jenis lensa kontak yang tersedia saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan :
Berbagai jenis lensa kontak yang tersedia saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan :
1. Bahan
Lensa
Diklasifikasikan berdasarkan bahan, ada
tiga jenis lensa kontak
a. Hard
lensa terbuat dari polymethyl methacrylate (PMMA) juga dikenal sebagai kaca
atau Lucite. Lensa ini hampir tidak ada dan jarang digunakan.
b. Lensa
lunak terbuat dari plastik, mengandung air seperti gel (hydrogel), dan merupakan
jenis yang paling umum. Lensa lunak sedikit lebih besar dari ukuran dari
kornea.
c. Lensa
gas permeable , juga dikenal sebagai rigid gas permeable atau lensa oksigen
permiabel, yang dibuat kaku, plastik tanpa air dan sangat baik untuk mata presbiopi
dan astigmatisme tinggi. Lensa ini biasanya diameternya berukuran sekitar
delapan milimeter yang ukurannya lebih kecil dari kornea.
2. Lama
pemakaian
Sampai
tahun 1979, setiap pemakai lensa kontak melepas dan membersihkan lensa
kontak pada malam hari. Adanya jenis extended wear memungkinkan pengguna untuk
tidur tanpa melepas lensa kontak. Sekarang, dua jenis lensa yang
diklasifikasikan berdasarkan lama pemakaian:
a. Daily
wear yaitu harus dilepaskan pada malam hari.
b. Extended
wear yaitu dapat dipakai semalaman, biasanya selama tujuh hari berturut-turut
tanpa dilepaskan.
Lama
penggunaan lensa kontak agar tidak menimbulkan masalah pada mata adalah tidak
lebih dari 12 jam. Sering kita temukan pengguna memakai lensa kontak lebih lama dari yang telah
ditentukan. Meskipun kualitas lensanya tidak akan berkurang tapi tumpukan
protein dapat mengaburkan penglihatan. Hal lain yang harus dipertimbangkan
adalah semakin lama memakai lensa kontak, semakin tinggi resiko mata akan terkena
infeksi.
3. Desain
lensa
Banyak
desain lensa yang tersedia untuk memperbaiki berbagai jenis masalah penglihatan
:
a. Spherikal
lensa kontak adalah desain, khas bulat lensa kontak, yang dapat memperbaiki
myopia (rabun jauh) atau hyperopia (rabun jauh).
b. Bifokal
lensa kontak mengandung zona yang berbeda untuk penglihatan dekat dan jauh untuk
mengoreksi presbiopia.
c. Orthokeratology
lensa secara khusus dirancang untuk membentuk kembali kornea selama tidur,
menyediakan lensa yang bisa dipakai sepanjang hari
d. Lensa
kontak torik untuk mengoreksi astigmatisme, serta untuk miopia dan hiperopia.
Semua
lensa ini dapat dibuat khusus untuk mata yang sulit dikoreksi. Biasanya jenis
ini jarang dan dibuat untuk digunakan dalam situasi khusus, seperti mengoreksi
keratoconus.
4. Tujuan
pemakaian (Fatin Amirah Kamaruddin,2010)
a. Lensa
kontak korektif
Sebuah
lensa kontak korektif dirancang untuk membantu dan memperbaiki penglihatan.
Kondisi yang diperbaiki dengan lensa kontak termasuk miopia, hypermetropia,
silindris dan presbiopia.
b. Lensa
Kontak Kosmetik
Lensa
kontak kosmetik didesain untuk merubah penampilan bola mata. Lensa jenis ini
selain dapat digunakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi, namun dapat juga
mengakibatkan penglihatan menjadi kabur yang dialami penderita akibat efek
pewarnaan atau desainnya. Bahkan lensa jenis ini dapat menyebabkan
iritasi ringan pada mata pada fase awal adaptasi. Seperti halnya lensa kontak
lainnya, lensa kosmetik ini juga membawa resiko komplikasi ringan ataupun
serius. Setiap individu yang ingin menggunakan lensa kontak kosmetik ini
harus mempertimbangkan resikonya.
c. Lensa
kontak terapeutik
Lensa
kontak soft sering digunakan dalam pengobatan dan terapi gangguan mata yang
bukan refraksi. Sebuah lensa kontak lembut melindungi kornea yang terluka atau
penyakit kornea dari gesekan kelopak mata saat terus-menerus berkedip sehingga
membantu penyembuhan kornea. Saat ini sedang dikembangkan lensa kontak yang
dapat mengalirkan obat ke mata.
2. Masalah
yang berkaitan dengan pemakaian lensa kontak
Masalah yang
ditimbulkan dengan pemakaian lensa kontak tergantung pada beberapa faktor,
seperti bahan lensa, modalitas pemakaian, kebersihan lensa, jenis cairan
pencuci lensa, tingkat kedisiplinan pengguna lensa pada pemakaian lensa dan
rutin pencuciannya, pemakaian lensa yang lama, tidur tanpa melepaskan lensa,
frekuensi penggantian lensa dan kebersihan tempat penyimpanan lensa (Fatin
Amirah Kamaruddin,2010).
a. Trauma
yang diinduksi oleh lensa kontak
1) Efek trauma secara langsung
Tight junction yang terdapat di
epitel kornea, menjadi pembatas terhadap invasi mikroba patogen. Pemakaian
lensa kontak bisa menyebabkan abrasi minor di kornea, di mana menjadi permulaan
terhadap infeksi mikroba. Trauma kornea adalah faktor yang paling berperan pada
awal infeksi Acanthamoeba dibandingkan dengan faktor imunospresi.
2) Efek
trauma lensa secara tidak langsung
Pemakaian lensa kontak selalu dikaitkan dengan hipoksia dan
hiperkapnia pada epitel kornea, terutama pada saat tidur tanpa membuka lensa.
Akumulasi karbon dioksida mengubah jalur metabolik yang normal, dimana mengubah
struktur mikro di setiap lapisan kornea, seperti mikrokista epitel, penurunan
penyimpanan glikogen epitel, akumulasi asam laktat, asidosis di kornea, oedem
epitel, penurunan kadar mitosis sehingga mengakibatkan penipisan sel epitel
sentral, hipoasthesia kornea, abrasi mikroskopik, perlepasan sel epitel dan
akhirnya menyebabkan ulserasi kornea. Selain itu, perubahan kestabilan dan
ketebalan lapisan air mata juga telah di temukan. Masalah-masalah tersebut
dapat mengganggu mekanisme proteksi okular sehingga terinfeksi dengan invasi
miroba patogen.
b. Bahan
Lensa Kontak, Ionicity, dan
Kandungan Air.
Bahan dari beberapa pabrik bisa mempengaruhi kemampuan lensa
kontak sebagai mechanical host dan
beresiko pemindahan mikroba ke permukaan kornea. Infeksi parasit acanthamoeba lebih
rendah pada lensa kontak RGP dibanding lensa kontak lunak. Infeksi parasit acanthamoeba
yang rendah ini ditemukan di Belanda dimana sebagian besar masyarakat memakai
lensa kontak jenis RGP. Adanya parasit acanthamoeba hanya pada lensa kontak
lunak dan tidak berlaku pada lensa RGP. Namun, adanya trofozoit yang signifikan
ditemukan pada kasus pemakaian lensa RGP dengan afinitas yang lebih tinggi pada
lensa RGP yang terbuat dari bahan silikon
aklirat dibanding yang terbuat dari bahan fluoropolymer. Terdapatnya acanthamoeba yang banyak tergantung
pada keadaan yang lebih ionik dan kandungan air yang tinggi
c. Waktu
pemakaian dan Konsentrasi Mikroba
Acanthamoeba akan cepat menginfeksi mata melalui lensa kontak
hanya dalam waktu 10 menit setelah pemakaian. Berkembangnya Acanthamoeba pada
permukaan lensa dapat meningkat secara mendadak apabila waktu pemakaian lensa
kontak yang lama dan peningkatan konsentrasi inokulasi mikroba. Kandungan air
yang tinggi pada pemakaian lensa kontak yang dipakai dalam waktu yang lama akan
membantu perkembangan acanthamoeba yang lebih banyak dengan menambah masa hidupnya
yang cukup lama. Namun tidak ditemukan adanya perbedaan pada adanya
Acanthamoeba pada jenis lensa kontak yang lain dengan waktu pemakaian yang
lama.
d. Deposit
Pada Permukaan Lensa.
Adanya tropozoit dan kuman pada lensa kontak dipengaruhi oleh
deposit protein di permukaan lensa. Deposit protein di permukaan lensa
meningkatkan perkembangan bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa. Deposit lipid
dan protein pada permukaan lensa dimediasi oleh struktur kimia dari bahan lensa
dan kandungan airnya. Kandungan air yang tinggi dan bahan ionik bagi pengguna
lensa kontak memakai lebih lama menyebabkan deposit protein yang lebih tinggi,
Fakta ini menerangkan afiniti mikroba patogen seperti Acanthamoeba yang lebih
tinggi pada lensa yang telah dipakai dibanding dengan yang masih belum dipakai.
Enzim serine substilin A yang digunakan untuk menghilangkan protein ditemukan
tidak ada efek cysticidal walaupun
setelah dipakai selama 24 jam. Namun, itu hanya bisa mengurangi jumlah protozoa
yang melengket di permukaan lensa setelah menghilangkan protein.
e. Menjaga
Lensa Kontak Secara Mekanikal.
Beberapa studi menunjukkan pencucian lensa yang rutin dan bersih
dapat menurunkan jumlah tropozoit dan parasit pada permukaan lensa. Walaupun ada
studi berpendapat cara pencucian tidak memberi efek apapun terhadap perkembangan
mikroba. Mencuci dan menggosok lensa kontak dengan solusi disenfektan lebih
baik daripada hanya merendam karena dapat menghindar dan menurunkan kemampuan
berkembangnya mikroba pathogen. Studi terbaru menunjukkan penggunaan lensa
kontak yang rutin pencucian secara manual dengan menggosoknya lebih efektif
untuk melepaskan lekatan deposit dan mikroba patogen dari lensa lunak dibanding
dengan hanya membilasnya saja.
3. Masalah yang Ditimbulkan oleh Pemakai Lensa
Kontak
a. Pemakaian
Lensa Kontak yang Berpanjangan (Fatin
Amirah Kamaruddin,2010)
Masalah yang berkaitan dengan pemakaian lensa di kornea yang
lama bisa terjadi dalam masa jangka panjang pada apapun jenis lensa kontak
termasuk yang didesain khas untuk .pemakaian yang lama. Masalah pemakaian yang terlalu
lama ini dipengaruhi oleh kadar transmisi dan permeabilitas oksigen melalui
bahan lensa, jenis lensa, ketebalan lensa, rutin penggantian lensa, pemakaian
lensa dipakai secara berulang, dan tidur malam tanpa melepaskan lensa. Insidens
keratitis mikroba dilaporkan lebih rendah pada penggunaan lensa silikon
hidrogel dengan permeabilitas terhadap oksigen yang tinggi dibanding lensa
lunak yang mempunyai permeabilitas oksigen yang rendah dan digunakan untuk
pemakaian yang lama. Namun, kadang ada juga masalah patologis yang ditemukan
seperti infiltrasi kornea difus, lesi epitel arcuate superior, konjungtivitis
papilla, erosi kornea, penipisian kornea sentral, dan penebalan epitel
konjuntiva yang disebabkan oleh percepatan metaplasia yang ditemukan pada
pemakaian lensa silikon hidrogel dengan permeabilitas oksigen yang tinggi yang lama
. resiko keratitis bakteri yang signifikan tinggi dan insidens komplikasi yang
cukup besar seperti neovaskularisasi limbus dan oedema kornea ditemukan pada
pengguna yang memakai lensa kontak lebih dari 12 jam setiap hari.
b.
Tidur Malam Tanpa Melepaskan Lensa Kontak
Kornea mendapatkan oksigen secara langsung dari udara luar
apabila kelopak mata terbuka dan dari pembuluh darah di sekitarnya apabila
kelopak mata tertutup. Lensa kontak lunak dan keras yang terbaru didesain
sehingga bisa menyerap oksigen pada kornea pada kadar yang mirip pada kondisi
kelopak mata terbuka maupun tertutup. Namun, hipoksia kornea, infiltrasi
subepitel, perubahan pada kurvasi kornea, dan berbagai reaksi inflamasi
dilaporkan pada pemakaian lensa kontak pada ketika siklus tidur yang multipel.
Masalah yang berkaitan dengan pemakaian lensa kontak saat tidur dan resiko
keratitis ulseratif ditemukan tergantung pada jenis lensa yang dipakai. Overnight wear dengan memakai
lensa RGP telah dihubungkan dengan hipoksia kornea tingkat lebih tinggi dan
oedema epitel, dibandingkan dengan lensa kontak lunak. Resiko tinggi
menyebabkan keratitis mikroba terutama disebabkan oleh pemakaian lensa yang terlalu
lama sehingga tidur malam tanpa melepaskannya dibanding kurangnya kebersihan
lensa. Hipoksia kornea menyebabkan perubahan seperti oedema epitel dan mikroorganisme
tidak dapat dikenal pasti di kalangan overnight
wearers dengan tidak ada perubahan yang signifikan pada kemerahan
limbus antara mereka dan bukan pengguna lensa.
c. Cara Pemakaian Lensa Kontak yang
Tidak Teratur
Kepatuhan pengguna lensa kontak untuk melakukan cara
penjagaan lensa yang benar setelah direkomendasi adalah sangat penting untuk
mengurangi resiko terkena infeksi mata yang serius. Berenang, menyelam, mandi
atau mencuci muka tanpa melepaskan lensa kontak bisa menyebabkan keratitis
Acanthamoeba. Peningkatan resiko keratitis Acanthamoeba sebanyak 50 kali lipat
pada pengguna lensa kontak, kurangnya disenfektan, dan penggunaan chlorine-based solution. Bagi
mencegah penggunaan cairan yang tidak steril secara persisten pada pengguna
lensa yang tidak patuh, Moore (1990) dalam Fatin Amirah Kamaruddin
(2010) merekomendasi supaya memanaskan cairan disenfektan lensa antara
70°C dan 80°C selama 10 menit dan gunakan hidrogen peroksida 5% selama 2-3 jam,
0,001% thimerosal bersama esetat selama 4 jam, 0,005% benzalkonium klorida
bersama estatat selama 4 jam, 0,001 chlorhexidine selama 4 jam atau 0,004 chlorhexidine
selama 1 jam. Adanya cairan serba guna akan memudahkan pengguna lensa untuk
penjagaan lensa kontak. Cairan serbaguna berfungsi sebagai cairan tunggal yang
dapat digunakan untuk pencucian, disenfektan, dan tempat penyimpanan lensa.
Cairan serbaguna memberi proteksi antimikroba yang poten dengan kesan toksik
dan alergik yang rendah. Lensa kontak yang sudah lama bisa mengkolonisasi lebih
banyak bakteri yang disebabkan oleh robekan setelah pemakaian. Daily disposable lense hanya bisa
digunakan untuk sekali pemakaian saja, di mana set baru yang steril dibuka pada
waktu pagi dan terus dibuang menjelang malam. Untuk tujuan kebersihan, daily disposable lense direkomendasi
untuk pengguna lensa yang memiliki resiko untuk terkena infeksi yang tinggi
seperti tenaga kerja di rumah sakit. Dart (2008) dalam Fatin Amirah Kamaruddin
(2010) menyatakan kehilangan penglihatan kurang terjadi pada pengguna disposable lenses dibanding
pengguna reusable soft lens walaupun
tidak ada penurunan yang signifikan pada resiko keratitis mikroba pada pengguna
daily disposable dan
lensa silikon hidrogel.
Radford (1995) menyatakan kurangnya kesadaran penjagaan daily disposable lens menyebabkan
resiko untuk terkena infeksi adalah tinggi.
4. Komplikasi Lensa Kontak
Perubahan fisiologis terjadi pada kornea setelah pemakaian
lensa kontak. Antaranya adalah kerusakan epitel, stroma, dan endotel serta
gangguan pada permukaan okular. Komplikasi yang muncul bisa dari ringan
sehingga ke parah. Beberapa gejala awal yang sering muncul adalah mata merah, lensa keras sindrom, hipoksia
dan keratitis mikroba. Gangguan-gangguan ini biasanya disebabkan oleh penjagaan
lensa kontak yang tidak baik.
Mata merah adalah
merupakan infiltrat pada kornea dan menyebabkan mata merah akut. Antara simptomnya adalah ketidaknyamanan dan
sensasi benda asing. Perawatannya selalu hanya mengurangi pemakaian lensa
kontak sehingga sembuh secara total dalam waktu 2 minggu. Tidak ada pengobatan
yang dipreskripsi.
Lensa keras sindrom terjadi apabila lensa
kontak telah kering dan tidak melekap pada kornea dengan sebaiknya sehingga
menekan kuat kornea. Lensa tidak lagi akan tergeser apabila mata berkedip
sehingga menurunkan kadar oksigen yang dapat diambil pada kornea. Gejala yang
muncul adalah iritasi, nyeri, pandangan yang kabur, dan fotofobia. Antibiotik
topikal dan steroid serta agen siklopedik akan dipreskripsi.
Edema kronik selalu berhubungan dengan pemakaian lensa kontak yang lama Pada kasus ini munculnya mikrokista epitel,
peningkatan ketebalan stroma dan neovaskularisasi. Simptom dari edema kronik
adalah lebih ringan dibanding edema akut karena tidak ada keluhan nyeri dan
gangguan penglihatan yang terjadi adalah minimal (Fatin Amirah Kamaruddin,2010).
5. Cara
memilih lensa kontak yang aman
a. Kenali
jenisnya
Secara umum lensa kontak terdiri atas dua jenis, yaitu lensa
kontak lunak atau soft contact lens (SCL) yang bisa digunakan untuk
jangka pendek. Harian atau mingguan maupun jangka panjang dan lensa kontak
keras atau rigrid gas permeable (RGP) yang mampu ditembus gas
dan oksigen. Biasanya jenis yang akhir ini untuk pemakaian jangka panjang.
Tiap lensa kontak memiliki kekurangan dan kelebihan masing- masing, kalau
SCL, kelebihannya adalah nyaman digunakan karena kandungan airnya yang banyak
namun di sisi lain, lensa kontak jenis ini bisa menyerap air mata.
Padahal air mata mengandung banyak protein, sehingga rentan terjadi
deposit ( penumpukan protein) di lensa.
Berbeda dengan RGP, karena tidak menyerap air mata, lensa kontak ini
lebih awet bisa dipakai untuk waktu yang lebih lama. Namun tidak
seperti SCL, untuk merasa nyaman menggunakan jenis lensa kontak yang satu ini
mata kita butuh adaptasi yang lebih lama, sekitar delapan hari.
b. Konsultasi
terlebih dahulu
Sebelum memakai lensa kontak, sebaiknya kita konsultasikan dulu ke dokter
spesialis mata. Biasanya dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan,
seperti ketajaman penglihatan, kualitas dan kuantitas air mata, kemungkinan
alergi, diabetes arthitis, kehamilan, hingga gangguan sinusitis. Dari hasil
pemeriksaan tersebut, kita akan tahu ukuran lensa kontak dan jenis yang
sebaiknya kita pakai. Dengan begitu kemungkinan gangguan penglihatan bisa
dikurangi.
c. Harus
telaten dalam menjaga lensa kontak
Selain harus melewati pemeriksaan oleh dokter mata, ada satu syarat yang
tidak kalah penting yaitu disiplin tinggi. Kita harus telaten menjaga
kebersihan lensa kontak dan kesehatan mata kita. Apalagi mata merupakan salah
satu organ penting. Soalnya kalau kita sembarangan dalam menggunakan lensa kontak
kita bisa saja mengalami komplikasi seperti peradangan dan bengkak pada kornea
dan beragam keluhan lain. Sebelum menyentuh lensa kotak, jari tangan
harus dalam kondisi bersih dan kering. Lalu perhatikan larutan yang
digunakan untuk membersihkan dan merendam lensa. Jangan nekat memakai cairan
selain larutan khusus lensa kontak untuk membersihkan dan merendam lensa.
Pastikan juga kita menutupnya rapat setiap kali kita selesai menggunakannya.
Lensa kontak yang baik untuk kesehatan mata tergantung hasil konsultasi
dengan dokter dan lensa kontak akan aman dan nyaman dipakai apabila
penggunaannya dengan hati-hati, dan pengguna harus lebih bisa merawatnya dengan
baik.
D. Tinjauan
Umum Tentang Kesehatan Mata
Manusia
sebagai salah satu anggota kelas mamalia mempunyai lima macam indra, yaitu
indra penglihat, peraba, pembau, dan pengecap. Dengan memiliki indra tersebut
manusia mampu mengenal lingkungannya dan memberikan respons terhadap perubahan
– perubahan yang terjadi (daisy,2012).
Indra
merupakan jendela bagi tubuh untuk mengenal dunia luar. Selain itu, dengan
reseptor – reseptor yang ada pada masing – masing alat indra, manusia mampu
mengadakan respons yang dapat dipergunakan sebagai upaya proteksi terhadap
gangguan – gangguan dari luar tubuh, indra penglihat manusia adalah mata.
Sebagai
alat indra, mata sangat peka terhadap rangsang berupa cahaya. Dengan kepekaan
terhadap cahaya inilah mata kita dapat dipergunakan untuk melihat. Kita dapat
melihat benda disebabkan adanya cahaya yang mengenai benda dan akan dipantulkan
ke mata.
Mata
adalah organ penglihatan yang menerima rangsangan berupa cahaya. Mata berbentuk
bola, sedikit pipih dari arah depan ke belakang. Mata berfungsi untuk menerima
rangsang berupa cahaya.
1.
Macam-macam
kelainan mata
Mata yang
normal akan melihat dengan jelas benda – benda yang ada di sekitar kita. Tetapi
mata yang mengalami gangguan atau memiliki kelainan tidak dapat melihat benda
dengan jelas. Beberapa kelainan penglihatan yang sering dialami manusia
diantarannya rabun jauh, rabun dekat, juling, buta warna, rabun senja, presbiop
dan katarak.
a. Rabun Jauh.
Rabun jauh
atau miopi merupakan gangguan penglihatan karena mata tidak dapat melihat benda
– benda yang jauh dengan jelas. Terjadinya gangguan rabun jauh ini disebabkan
karena bayangan benda tidak jatuh tepat pada retina, melainkan jatuh di depan
retina. Untuk mengatasinya dapat digunakan kaca mata minus atau kaca mata
berlensa cekung (Fajar M.N.2009)
b. Rabun Dekat.
Rabun
dekat disebut hipermetropi, rabun dekat adalah ketidakmampuan mata untuk
melihat benda yang dekat. Hal ini disebabkan oleh ukuran bola mata yang pendek
sehingga bayangan jatuh di belakang retina. Kebiasaan membaca buku terlalu
dekat dan sambil tiduran akan mempercepat timbulnya cacat mata. Rabun dekat
dapat diatasi dengan menggunakan kaca mata berlensa cembung. Lensa cembung
merupakan lensa positif.
c. Juling.
Juling
adalah kelainan mata yang disebabkan oleh ketidakserasian otot-otot mata. Jika
penderitanya masih anak-anak, maka dapat diperbaiki dengan jalan operasi.
d. Buta Warna.
Buta warna
adalah ketidakmampuan mata untuk membedakan warna. Penyakit ini bersifat
menurun. Buta warna ada dua macam, yaitu buta warna total dan buta warna
separuh. Buta warna total hanya mampu melihat warna hitam putih saja. Sedangkan
buta warna separuh tidak bisa melihat warna tertentu, seperti merah, biru, dan
hijau.
e. Rabun Senja.
Rabun
senja atau rabun ayam adalah ketidakmampuan mata untuk melihat benda yang
berada di tempat remang – remang dan di malam hari. Gangguan ini disebabkan
oleh kekurangan vitamin A, sehingga sel batang tidak berfungsi karena protein
rodopson tidak terbentuk. Orang yang menderita rabun senja harus banyak
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A.
f. Presbiop.
Kelainan
mata presbiop disebabkan karena lensa mata tidak dapat memipih atau cembung.
Ini berarti bahwa lensa mata kehilangan elastisnya. Umumnya kelainan presbiop
ini disebabkan karena usia lanjut. Penderita presbiop matanya tidak mampu
melihat benda yang dekat atau yang jauh dengan jelas. Untuk membantunya sebaiknya
digunakan kaca mata rangkap, yakni kaca mata yang memiliki dua lensa sekaligus
yaitu lensa cembung dan lensa cekung.
g. Katarak.
Katarak
atau bular mata merupakan gangguan penglihatan, penyebab katarak adalah lensa
mata keruh sehingga menghalangi masuknya cahaya pada retina. Penderita ini
umumnya berumur di atas 55 tahun. Kelainan mata ini dapat diatasi dengan
operasi mata.
2.
Gangguan
Mata
kasus gangguan mata akibat penggunaan lensa kontak
di Indonesia juga mulai muncul. Salah satu dokter spesialis mata dari Graha
Amerta RSUD dr Soetomo, dr Hendrian D. Soebagyo, Spm mengaku khusus untuk
pasien yang ditanganinya, sedikitnya terdapat 50% pasien yang mengalami
gangguan mata karena lensa kontaknya terkontaminasi oleh amuba. Sedang 1%
pasien mengalami gangguan berat hingga menyebabkan kebutaan permanen (Siska
Prestiwati,2012).
Hendrian
menyarankan bagi calon pengguna lensa kontak sebaiknya memperhatikan beberapa
hal. Seperti menimbang apakah penggunaan lensa kontak memiliki banyak
keuntungan daripada kerugiannya. Apakah dirinya memiliki riwayat alergi,
lingkup kerja apakah bersentuhan dengan debu atau tidak. Meskipun bekerja di
dalam ruangan, bila pasien tersebut selalu terpapar banyak debu lebih baik
tidak menggunakan lensa kontak.
Selain itu, perhatikan pula faktor usia. Hendrian menambahkan sebaiknya pada anak-anak, manula, dan penderita degradasi mental sebaiknya tidak perlu menggunakan lensa kontak.
Selain itu, perhatikan pula faktor usia. Hendrian menambahkan sebaiknya pada anak-anak, manula, dan penderita degradasi mental sebaiknya tidak perlu menggunakan lensa kontak.
3.
Cara
menjaga kesehatan mata
a.
Periksa
mata setiap 12 bulan.
Masalah penglihatan yang tidak
ditangani akan berkembang semakin parah, dan memakai lensa kontak atau kacamata
yang tidak lagi cocok untuk Anda dapat menyebabkan masalah penglihatan dan
sakit kepala.
b.
Istirahatkan
mata
Hampir semua orang merasakan mata
mereka jadi tidak nyaman setelah duduk seharian di depan layar komputer. Hal
ini disebabkan mata berkedip 25% lebih sedikit dari biasanya, yang menyebabkan
mata jadi kering. Satu hal yang bisa dilakukan adalah menutup mata Anda dan
menghitung sampai 5 sebelum membukanya kembali. Hal lainnya adalah berpaling
dari layar monitor dan fokus pada sebuah objek yang jauh, sesering mungkin.
c.
Cari lensa
kontak dengan kualitas baik.
Tidak semua lensa kontak sama. Ada
yang aman untuk mata Anda, dan ada juga yang beresiko merusak mata.Tahu apa
yang ditawarkan industri lensa kontak modern akan membantu untuk membuat
pilihan yang bijak, tidak begitu saja mengikuti apa kata dokter.
d.
Jika
memakai lensa kontak, rawatlah dengan baik.
Lensa kontak tidaklah begitu
merepotkan, tapi Anda juga tak dapat mengabaikan kebersihannya. Setiap kali
akan memakai atau melepaskan lensa kontak Anda, bilaslah. Anda juga harus
mengganti cairannya, ketika Anda menaruh di tempatnya waktu Anda tidur di malam
hari.
h.
Pakailah
lensa kontak sesuai jadwal yang disarankan.
Ada orang yang berbiat menghemat
dengan memakai lensa kontak lebih lama daripada yang dimaksudkan. Ini bukanlah
hal yang baik. Meskipun kulitas lensanya tidak akan berkurang, tumpukan protein
dapat mengaburkan penglihatan Anda. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah,
semakin lama Anda memakai lensa kontak Anda, semakin tinggi resiko mata Anda
terkena infeksi.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Kerangka
Konsep
Berdasarkan
tinjauan pustaka sebelumnya, maka untuk meneliti pengetahuan remaja putri
tentang bahaya penggunaan lensa kontak, maka didapatkan kerangka konsep sebagai
berikut :
Bahaya Penggunaan lensa
kontak
|
Pengetahuan remaja
putri
|
: Variabel yang diteliti
B. Definisi
Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel
secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Alimul Azis, 2007 ).
1. Pengetahuan
adalah tingkat pemahaman yang dimiliki oleh remaja putri SMAN 1 Bulukumba
tentang bahaya penggunaan lensa kontak. Pengetahuan ini di ukur melalui
kuesioner dan kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan tinjauan
pustaka tentang pengetahuan, menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan
berjumlah 20 pertanyaan dengan diisi langsung oleh siswa SMAN 1 Bulukumba,
dimana jika peserta responden menjawab benar diberi skor 1 dan jika menjawab
salah diberi skor 0. Dengan memakai skala Guttman. (Hidayat2,2007)
Kriteria
objektif
a. Pengetahuan
baik : jika memiliki nilai presentase 68-100% atau memperoleh skor 14-20
b. Pengetahuan
cukup : jika memiliki nilai presentase 34-67% atau memperoleh skor 8-13
c. Pengetahuan
kurang : jika memiliki nilai presentase 0-33% atau memperoleh skor 0-7
C. Desain
Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
ialah desain penelitian deskriptif sederhana yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai Gambaran Pengetahuan Remaja
Putri tentang Bahaya Lensa Kontak Pada Kesehatan Mata Di SMAN 1 Bulukumba.
D. Populasi,
Sampel Dan Tehnik Sampling
1.
Populasi
Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian. (Arikunto, 2010). Berdasarkan pendapat
tersebut, yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah keseluruhan Remaja Putri yang memakai lensa kontak di
SMAN 1 Bulukumba.
2.
Sampel
Sample
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Adapun
tehnik sampling yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tehnik accidental sampling yaitu cara
pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu pada saat penelitian
(Hidayat1,2007).
E. Lokasi
dan waktu Penelitian
1.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan 11-15
Juni 2013
2.
Tempat
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN
1 Bulukumba
F. Tehnik
Pengumpulan Data dan Analisa Data
1.
Pengumpulan
Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
data primer yaitu data yang langsung
diperoleh dari responden dengan menggunakan kuisioner. Sebelum mengisi
kuisioner, responden diberi penjelasan terlebih dahulu dan diminta kesediaannya
untuk mengisi kuisionel yang telah disediakan.
2.
Analisa data
Pada penelitian
ini dilakukan distribusi frekuensi variabel yang dianggap terkait dengan tujuan
penelitian dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi :
Keterangan :
P : Persentase yang dicari
F : Jumlah pengamatan
n : Jumlah data
G. Pengolahan
Data
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan
pengolahan data dengan tahap sebagai berikut :
1. Editing
Penyuntingan data
dilaksanakan pada saat penelitian dengan cara memeriksa setiap kkuesioner yang
telah diisi, untuk mengetahui adanya kesalahan atau kekurang lengkapan data
yang telah diisi oleh responden.
2. Scoring
Pertanyaan diberi
skor. Tahap ini meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan
hasil scoring dari semua pertanyaan yang di jawab benar diberi skor 1 dan
pertanyaan dijawab salah diberi skor 0.
3. Entri
Data
Jawaban-jawaban
yang sudah diberi skor kemudian dimasukan dalam master table, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana. Memasukan data, dengan cara manual atau melalui
pengolahan komputer.
4. Cleanning
(Pembersihan Data)
Merupakan
kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan bila terdapat kesalahan
dalam memasukkan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari
variable-variabel yang diteliti.
H. Penyajian
data
Setelah
data terkumpul, data diolah dengan menggunakan komputer kemudian ditabulasi
berdasarkan variabel yang diteliti dengan menggunakan skala guttman. Data yang
diperoleh dari responden disajikan dalam bentuk tabel dan selanjutnya disajikan
dalam bentuk narasi.
I. Etika
Penelitian
a. Perijinan
Dalam melakukan
penelitian, peneliti mendapat surat pengantar dari direktur Akademi Keperawatan
Bulukumba dan di serahkan kepada kepala sekolah SMA Negeri 1 Bulukumba untuk
mendapat persetujuan penelitian
b. Informed consent
Lembar persetujuan
responden di berikan kepada klien yang bertujuan supaya subjek mengetahui
maksud dan tujuan pengumpulan data
c. Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi
yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data
tertentu yang akan di sajikan pada hasi penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bulukumba pada tanggal 11-15 Juli 2013. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang
bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan remaja putri tentang bahaya
penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata yang terdiri dari pengetahuan dengan
kategori baik, pengetahuan dengan kategori cukup, dan pengetahuan dengan
kategori kurang. Sumber data pada penelitian ini berasal dari data primer yaitu
dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Sebagai populasi
penelitian ditetapkan yaitu keseluruhan remaja putri yang memakai lensa kontak
di SMA Negeri 1 Bulukumba. Sampel pada penelitian ini berjumlah 35 orang remaja
putri di SMA Negeri 1 Bulukumba yang diambil dengan menggunakan tehnik
accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil
data primer dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada siswa sebagai
responden.
Hasil penelitian gambaran pengetahuan remaja
putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata diolah dalam
bentuk tabel frekuensi persentasi yang kemudian diinterpretasikan. Adapun hasil
penelitian yang diperoleh yaitu :
Tabel 4.1
Data Demografi remaja putri yang menggunakan lensa
kontak di SMA Negeri 1 Bulukumba
Umur
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
15-17
|
20
|
57,1
|
18-20
|
15
|
42,9
|
Jumlah
|
35
|
100
|
Data primer, 16 Agustus 2013
Berdasarkan
tabel diatas didapatkan bahwa remaja putri yang menggunakan lensa kontak secara
keseluruhan didapatkan yaitu 35 orang (100%), umur 15-17 yaitu 20 orang (57,1%)
dan umur 18-20 yaitu 15 orang (42,9%).
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri
Tentang bahaya lensa kontak pada kesehatan mata di SMA Negeri 1 Bulukumba
Kategori pengetahuan
|
Frekuensi (F)
|
Persentase (%)
|
Baik
|
16
|
45,7
|
Cukup
|
12
|
34,3
|
Kurang
|
7
|
20
|
Jumlah
|
35
|
100
|
Data primer, 16 Agustus 2013
Berdasarkan
tabel diatas didapatkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang bahaya
penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata secara keseluruhan didapatkan
jumlah responden yaitu 35 orang (100%) dengan kategori baik 16 orang (45,7%) ,
dengan kategori cukup 12 orang (34,3%) dengan kategori kurang 7 orang (20%)
Tabel 4.3
Distribusi Pengetahuan responden berdasarkan umur
pada pengetahuan remaja putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada
kesehatan mata di SMA Negeri 1 Bulukumba
Umur
|
Pengetahuan
|
(N)
|
(%)
|
||
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
|||
15-17
|
6
|
8
|
6
|
20
|
57,1
|
18-20
|
10
|
4
|
1
|
15
|
42,9
|
Jumlah
|
16
|
12
|
7
|
35
|
100
|
Data
primer, 16 Agustus 2013
Dari
tabel diatas dapat dilihat bahwa responden berdasarkan umur yaitu 35 orang
(100%), yang berada pada rentang umur 15-17 tahun yaitu 20 orang (57,1%), 6
orang dengan pengetahuan kategori baik, 8 orang dengan pengetahuan kategori
cukup, dan 6 orang dengan pengetahuan kategori kurang. Responden umur 18-19
tahun yaitu 15 orang (42,9%), 10 orang dengan pengetahuan kategori baik, 4
orang dengan pengetahuan kategori cukup
dan 1 orang dengan pengetahuan kategori kurang.
B.
Pembahasan
1. Pengetahuan
Remaja Putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata
Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan remaja
putri tentang bahaya lensa kontak di SMA Negeri 1 Bulukumba secara keseluruhan didapatkan
jumlah responden yaitu 35 orang (100%) dengan kategori baik 16 orang (45,7%) ,
dengan kategori cukup 12 orang (34,3%) dengan kategori kurang 7 orang (20%).
Berdasarkan tabel 4.2, yaitu responden berdasarkan umur yaitu 35 orang (100%),
yang berada pada rentang umur 15-17 tahun yaitu 20 orang (57,1%), 6 orang
dengan pengetahuan kategori baik, 8 orang dengan pengetahuan kategori cukup,
dan 6 orang dengan pengetahuan kategori kurang. Responden umur 18-20 tahun
yaitu 15 orang (42,9%), 10 orang dengan pengetahuan kategori baik, 4 orang
dengan pengetahuan kategori cukup dan 1 orang dengan pengetahuan kategori
kurang.
Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak
responden pada yang memiliki pengetahuan baik di SMA Negeri 1 Bulukumba. Hal
ini membuktikan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan yang semakin
tinggi pendidikan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Mubarok (2007) dalam Amanah (2011), bahwa pendidikan sangat mempengaruhi
pengetahuan karena tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya
semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Informasi juga mempengaruhi
pengetahuan karena kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sesuai
dengan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada BAB sebelumnya, maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pengetahuan
remaja putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata dengan
kategori baik yaitu berjumlah 16 orang (45,7%)
2. Pengetahuan
remaja putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata dengan
kategori cukup yaitu berjumlah 12 orang (34,3%)
3. Pengetahuan
remaja putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada kesehatan mata dengan
kategori kurang yaitu berjumlah 7 orang (20%)
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak
sudah baik namun masih ada dalam kategori kurang. Hal ini membuktikan karena
pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan yang semakin tinggi pendidikan
semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
B.
Saran
1.
Diharapkan
dapat menjadi tambahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kesehatan pada mata
2. Diharapkan
dapat menjadi bahan informasi/masukan tentang gambaran bahaya penggunaan lensa kontak.
3. Diharapkan
agar remaja putri di SMA Negeri 1 Bulukumba meningkatkan pengetahuan tentang
kesehatan mata khususnya penggunaan alat bantu penglihatan termasuk lensa
kontak dan mengetahui pentingnya menjaga kebersihan lensa kontak agar terhindar
dari masalah kesehatan mata
4. Diharapkan
karya tulis ini dapat dijadikan referensi tambahan khususnya mengenai gambaran
pengetahuan remaja putri tentang bahaya penggunaan lensa kontak pada kesehatan
mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar